Tantangan komunikasi produktif hari 5
Bismillah
Dengan mempelajari
materi komunikasi produktif, saya menjadi terlatih untuk menjaga lisan ini
untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang negatif saat ada tantangan di rumah,
baik itu komunikasi dengan suami ataupun dengan anak, bahkan komunikasi dengan
diri sendiri.
Ketika saya kesulitan berkomunikasi dengan anak saya yang
pertama, teteh hasya, maka saya langsung ingat dengan materi komprod. Saya teringat
bahwa anak-anak mungkin tidak memahami gaya komunikasi kita, sehingga mereka
kadang suka salah paham, jadi kita sebagai orang tua yang harus belajar gaya
komunikasi yang produkif dan efektif sehingga kita tahu bagaimana kita
berkomunikasi yang baik dengan anak.
Ketika keinginan teteh hasya saya kabulkan dan dia pun
sangat senang, tapi ketika ada alasan yang membuat dia menjadi tidak senang,
maka disitulah tantangan saya berhadapan dengan dia. Suatu saat keinginan untuk
pergi dengan teman-temannya sangat tinggi, karena memang sekolahnya libur dan
dia pun ingin pergi. Tapi dia punya kewajiban lain yaitu bimbel. Saya katakan
sama dia, mana yang lebih penting. Perasaan saya, komunikasi yang saya
sampaikan sangatlah lembut, tak ada nada tinggi yang keluar dari mulut saya. Tapi
entah kenapa dia langsung berkesimpulan bahwa saya melarang dia pergi. Dia langsung
memberikan reaksi dengan masuk kamar dan menutup pintu. Ketika itu saya
langsung marah, tapi tidak dengan kata-kata, saya langsung masuk ke kamar dan
menenangkan diri terlebih dahulu. Saya berfikir keras bagaimana menjelaskan
pada nya bahwa dia salah paham. Saya mendengar dia menangis dalam kamar, hati
saya pun langsung teriris, apakah saya salah??
Saya pun langsung memutuskan pergi kekamarnya dan mencoba
menenangkan dia, tapi tidak berhenti saat itu juga, malah nangisnya semakin
menjadi. Apa yang saya lakukan? Saya duduk diam sambil menahan emosi saya yang
dari tadi sebenarnya ingin saya keluarkan. Saya perhatikan dia, saya mencoba
memulai komunikasi yang dimulai dengan meminta maaf. Kemudian saya peluk dia
perlahan sambil mengucap maaf, kemudian terdengar isaknya semakin kecil, saya
langsung menyuruh dia menatap saya, dan bilang teteh mau pergi? Awalnya dia
hanya diam. Terus saya ulang pertanyaan itu, teteh pengen pergi? Dan akhirnya
diapun mengangguk. Dari situ saya langsung memeluk dia dan meminta maaf. Tangisnya
pun berhenti, saya usap air matanya dan saya bilang, baiklah kamu boleh pergi. Kami
pun saling berpelukan dan saling meminta maaf. Memang dengan keputusan yang
saya ambil dengan mengijinkan dia pergi ada konsekuensi dia jadi tidak bimbel,
tapi saya longgarkan dia dan dia pun berjanji akan minta waktu tambahan ke
bimbelnya.
Mungkin terdengar drama tapi itulah yang saya alami saat saya harus
berkomunikasi dengan teteh. Saya langsung berkesimpulan bahwa ketika saya ada
tantangan dengan teteh, maka saya harus menurunkan ego saya, menurunkan tensi
emosi saya sehingga saya bisa dengan mudah berkomunikasi dengan dia. Bukan saya
mengalah dengan dia, tapi karena dengan itu, dia jadi lebih menghargai saya,
dia jadi lebih mendengarkan saya. Itulah inti dari komunikasi produktif.
Seperti isi materi komunikasi produktif,,,”kita pernah
menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orang tua, sehingga
sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka”
Mudah-mudahan saya konsisten melakukan komunikasi produktif.
Alhamdulillah
#hari5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar