kebesaran hati sang buah hati
Bismillah
Hari ini
saya tidak begitu banyak tantangan di rumah dalam hal berkomunikasi. Seperti hari-hari
biasa, saya hanya menyuruh mereka, anak-anak, untuk melakukan aktivitas mereka,
dan kebetulan hari ini mereka sekolah pagi, sehingga saya tidak berinteraksi
dengan mereka sampai 1 siang. Saya hanya berinteraksi dengan eca, si bungsu,
dia tidak sekolah karena sakit.
Eca sakit
karena dia terserang flu dan batuk disertai demam. Saya tidak banyak
berkomunikasi dengan dia, saya biarkan dia istirahat.
Selepas
anak-anak yang besar sudah pulang sekolah, komunikasi antara kami pun terjalin,
mulai dari aktivitas mereka di sekolah. Tapi pada saat itu, hana, anak kedua
belum pulang. Saya pun bertanya pada teteh.
“teh, hana kemana koq belum pulang dan gak bareng sama kamu”?
tanyaku
“gak tahu, paling main dulu sama temennya” jawaban yang
datar dan polos dari teteh.
Kadang saya tersulut emosi saat dia menjawab seperti itu,
saya hanya berfikir, kenapa dia gak peduli sama adiknya, kenapa dia gak
berusaha mencari adiknya untuk pulang bersama, tapi itu dulu, sekarang saya
suka terdiam saat teteh menjawab seperti itu.
Memang saya
harus lebih ekstra hati-hati berkomunikasi dengan teteh. Saya harus menggunakan
bahasa yang membuat dia nyaman berkomunikasi dengan saya, sehingga dia tidak
emosi ketika saya tanya. Entah apa yang menjadi faktor emosinya labil seperti
itu. Apakah hormonal? Ataukah memang di usia seperti itu emosinya menjadi
labil? Saya hanya berusaha membuat hatinya tidak terluka dengan mengatur bahasa
komunikasi saat berinteraksi dengan dia.
Sore
ini dia ijin untuk main ke rumah temannya, saya pun mengijinkannya, karena
besok libur sekolahnya. Tapi saya batasi pulangnya, jangan sampai sore.
Kemudian dia punpulang dengan membawa kabar.
“mi, kata temen aku ada museum sejarah, dimana itu?”
tanyanya
“oh, itu di balkot, trus ada kolamnya” jawabku
“besok teteh pengen kesana sama temen-temen”
“oh boleh aja, tanya aja sama ka ahmad”
Kak ahmad adalah guru ngaji mereka, saya bilang seperti itu,
biar besok sama-sama kesana dengan anak-anak ngaji lainnya. Dia pun mengiyakan
dan seperti bahagia. Tapi kenapa tiba-tiba mood saya menjadi berubah tidak
enak, jadi bete, entah apa yang aku fikirkan. Dan tantangan pun terjadi. Saya langsung
berbicara yang tidak enak ke teteh. Saya bilang, dia kalau ada maunya pasti
hharus diikuti, tapi kalau saya meminta untuk melakukan sesuatu pasti berfikir
dulu. Langsung dia bete dan marah, dia bilang “iya sudah gak usah pergi”
jawabnya dengan nada bete dan marah.
Saya langsung terdiam dan menjauhi teteh saat itu untuk
menenangkan fikiran. Dia pun pergi kekamar dengan membanting pintu, saya kaget
tapi saya biarkan. Dulu saat dia bersikap seperti itu saya langsung
menghampirinya, membuka pintu kamarnya dengan paksa dan memarahi dia karena
bersikap seperti itu. Tapi saat itu saya biarkan.
Kemudian dia pergi ke mesjid untuk mengaji tanpa pamit padaku,
saya pun biarkan.
Alhamdulillah, kebesaran hati yang dia miliki dan kesabaran
saya menghadapi dia berakhir manis. Sepulang dia mengaji, dia tidak kelihatan
marah lagi, dia pun langsung ke kamar dan mengambil makanan dan mengobrol
seperti biasa dengan yang lain termasuk dengan saya, seolah-olah dia sudah
melupakan kejadian sebelum dia pergi mengaji dan saya un meminta maaf padanya.
Mudah-mudahan dia selalu mempunyai kebesaran hati dalam
bersikap.
Alhamdulillah
#hari4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar